Dua gambar diatas memperlihatkan bedanya perayaan hari raya di India dan di Indonesia.
.
.
nah, mari kita lihat lagi perbedaan selanjutnya...
nah,
piodalan dibali biasanya umat sedharma sibuk banget bikin canang dan prani,
sedangkan kalo di india. ya seperti gambar diatas.
Oke daripada kita nambah bingung
lebih baik simak penjelasan berikut biar jadi paham tentang hari raya diIndia
dan di Indonesia
.
Ajaran agama Hindu yang
bersumber pada kitab suci Veda dimanapun sama, namun pelaksanaannya berbeda.
Perbedaan ini disebabkan oleh berbagai faktor di antaranya lingkungan alam,
sosial budaya dan lain sebagainya. Demikian pula hari-hari raya Hindu baik di
India maupun di Indonesia, ada yang sama-sama dirayakan dan ada yang tidak.
Persamaan dan perbedaan pelaksanaan kehidupan beragama ini merupakan ciri yang
memberi kuasa dan mewarnai pelaksanaan agama Hindu.
Di India seperti halnya umat
Hindu di Indonesia mengenal banyak hari-hari besar keagamaan atau hari raya
yang seluruhnya dapat dibedakan enjadi tiga 3 kelompok , yaitu : Pertama,
hari-hari pesta keagamaan (festivals) yang dilakukan dengan meriah, seperti
Chitrra Purinima, Durgapuja atau Navaratri, Dipavali, Gayatri Japa, Guru
Purnima. Holi , Makara Sankranti, Raksabandha, Vasanta Panchami dan lain-lain.
Kedua, adalah hari peringatan kelahiran tokoh-tokoh suci yang disebut Jayanti
atau Janmasthani seperti Ganesa Caturti, Gita Jayanti, Valmiki Jayanti, Hanuman
Jayanti, Krisna Janmasthani, Sankara Jayanti, Ramanavami dan lain-lain dan
ketiga adalah hari untuk melaksanakan Brata(Vrata) atau Upavasa(Puasa) misalnya
Sivaratri, Satyanarayana Vrata, Vara Laksmi Vrata, Ekadasi dan lain-lain.
Citra Purnima jatuh pada hari
purnama bulan Chaitra, yakni bulan pertama dari penanggalan Saka, pemujaan
ditujukan kepada dewa Yama, dewa maut dengan mempersembahkan sesajen berupa
nasi berisi bumbu (sejenis “bubur pitara” di Bali) yang kemudian setelah
dipersembahkan makanan atau prasadam (di Bali disebut “lungsuran”) dibagikan
kepada mereka yang mengikuti upacara.
Durgapuja atau Navaratri
disebut juga Dussera atau Dasahara jatuh pada tanggal 1 sampai dengan 10 paro
terang bulan Aswasuja atau Asuji (September-Oktober) untuk memperingati
kemenangan Dharma terhadap Adharma, Upacara ini adalah untuk menghormati
kemengangan Sri Rama melawan Rawana yang disebut juga Dasamukha (berkepala
sepuluh). Konon Sri Rama berhasil jaya oleh karena anugerah Dewi Durga, karena
itu sebagian umat Hindu memuja -Nya pada hari ini sebagai Durgapuja. Versi lain
menyebnutkan sebagai kemenangan Sri Kresna melawan raksasa Narakasura, Upacara
yang berlangsung 10 hari, sembilan hari pertama disebut Vijaya Dasani. Hari
raya yang disebut juga Dussera ini mirip dengan Galungan dan Kuningan di
Indonesia.
Dipavali, artinya persembahan
lampu, disebut juga Divali, jatuh dua hari sebelum Tilem ( bulam mati) kartika
( Oktober-November), beliau disambut dengan penyalaan lampu-lampu, kembang api
dan mercon semalam suntuk. Pagi hingga siang hari dilakukan persembahyangan
keluarga di pura-pura terdekat di samping kunjungan keluarga, suasananya seperti
Ngembak Agni di Bali.
Gayatri Japa, jatuh sehari
setelah purnama Sravana (Kasa) bulan Juli atau agustus, sebagai peringatan
turunya mantram Gayatri yang kini populer menjadi mantra Japa yang sangat
penting dan sangat dikeramatkan oleh umat Hindu.
Guru Purnima jatuh pada hari
purnama Asadha (bulan Juli-Agustus), hari ini disebut juga Vyasa Jayanti, hari
lahirnya maharesi Vyasa. Makna hari raya ini mirip dengan Pagerwesi. Sejak
purnama ini selama 4 bulan ( Caturmasa) para Sanyasin tidak lagi mengembara (karena
musim hujan), mereka tinggal di asram-asram mendiskusikan Brahmasutra dan
melakukan meditasi.
Holi, hari ini jatuh pada
purnama Phalguna ( Kawulu), bulan Februari-Maret, dirayakan diseluruh India
sangat meriah , maknanya untuk menyambut musim panas dikaitkan dengan raksasa
perampuan bernama Holika yang akhirnya mati terbakar dikalahkan oleh kenbenaran
yang dimanifestasikan oleh Prahlada. Upacaranya mirp dengan mecaru di
perempatan-perempatan desa di Bali dan membuat api unggun yang dinyalakan pada saat
menjelang malam.
Makara Sankranti jatuh pada
pertengahan januari, pada saat itu matahari mulai bergerak ke arah utara
Katulistiwa, sebagian besar umat Hindu menyucikan diri di sungai Gangga atau
sungai sungai suci lainya di India, pemujaan ditujukan kepada dewa Surya.
Raksabandha jatuh pada hari
purnama Sravana(Kasa), Juli- Agustus hari untuk menguatkan tali kasih sayang
antara suami-istri, anak orang tua, kemenakan dengan paman/bibi, murid dengan
guru dan sebaliknya, mengingatkan cintanya dewi Sachi kepada Indra. Pada hari
ini pagi-pagi benar umat Hindu menyucikan diri ke sungai Gangga atau
sungai-sungai suci lainya. Selesai sembahyang dilanjutkan dengan pengikatan
benang pada pergelangan tangan masing-masing, tanda memperteguh ikatan kasih
sayang.
Vasanta Panchami jatuh pada
hari kelima paro terang ( Suklapaksa Magha masa), yakni bulan Januari-Februari
dalam menyambut musim semi (Vasanta), seperti halnya hari-hari suci lainya,
pada hari ini juga umat hindu mandi suci di sungai Gangga atau sungai-sungai suci
lainya di India, disamping melakukan meditasi atau yoga Sadhana.
Hari-hari lainya yang berkaitan
dengan peringatan kelahiran tokoh seperti Ganesa Caturti jatuh pada tanggal 4
paro terang Badrapada ( Agustus – september ) memperingati kelahiran Ganesa putra
Siva. Para pemuja Ganesa melakukan japa, bermeditasi mengingat nama-Nya.
Gita Jayatri adalah
memperingati turunya sabda suci Bhagawandgita, jatuh pada Ekadasi Suklapaksa
Màrgasirsa yakni hari ke sebelas paro terang bulan Màrgasirsa
(Desember-Januari), seperti dimaklumi Bhagawadgita disampaikan oleh Sri Kresna
kepada Arjuna di padang Kurusetra, tepat terjadinya peristiwa rohani ini kini
disebut Jyotisara, sekitar 3 kilometer dari tempatnya Rsi Bhisma terbaring
menunggu matahari bergerak ke Utara.
Valmiki Jayanti jatuh beberapa
hari menjelang Dipavali adalah untuk memperingati tokoh hindu, penyusun
Ramayana sedang Hanuman Jayanti jatuh pada purnama Chaitra ( Bulan Maret-April)
bersamaan dengan hari Chaitra Purnama, untuk memuja Yama, Kresna Janasthami jatuh
pada hari ke 8 paro petang bulan Bhadrapada ( Agustus-September) untuk
memperingati kelahiran Sri Kresna di kota Mathura, sebuah kota suci ditepi
sungai Yamuna.
Sankara Jayanti jatuh pada
tanggal 5 paro terang bulan Vaisaka ( Mei-Juni) untuk menghormati tokoh
spiritual India peletak dasar ajaran Advaita Vedanta. Sri Sankara dikenal
sebagai gurudeva dari para Sanyasin di seluruh India.
Ramanavani Jayanti adalah
peringatan hari kelaiharan Sri Rama yang jatuh pada tanggal 9 paro terang bulan
Chaitra ( Maret-April) . Sri Rama lahir di kota suci Ayodya, di Uttar Pradesh,
India Utara.
Hari yang berkaitan dengan
Brata atau Upavasa adalah Sivaratri hari ini jatuh pada tanggal 14 paro gelap
bulan Maghadan Phalguna ( yakni bulan januari dan Februari ). Umat Hindu di
Indonesia melaksanakannya pada bulan Magha ( sasih Kapitu), sedang umat Hindu
di India melakukan pada bulan Phalguna ( Kawulu). Hal ini mungkin disebabkan
saat itu merupakan bulan mati paling gelap di India.
Satya Narayana Vrata umunya
dilakukan pada hari-hari purnama seperti Kartika ( Kapat), Vaisaka ( Kadasa),
Sravana(Kasa), dan Chaitra ( Kasanga) dapat juga dilakukan pada saat bulan
terbit ( tanggal 1 paro terang/penanggal). Bentuknya sangat sederhana yakni
berupa persembahan dana punia kepada para pandita dan pemberian / pembagian
makanan kepada orang-orang miskin.
Ekadasi atau Vaikunta Ekadasi
Vrata jatuh pada tanggal dab panglong dan penanggal 11 bulan Màrgasisra (
Desember-Januari), 2 kali sebulan berupa puasa tidak makan nasi pada hari itu.
meraka yang melakukan Ekadasi Vrata terbebas dari segala dosa.
Vara Laksmi Vrata , dilakukan
pada hari Jumat bulan Sravana ( kasa) bulan Juli – Agustus untuk memohon
kesejahteraan lahir dan bathin. Masih banyak kita jumpai informasi tentang
Brata atau Upavasa di dalam kitab-kitab Ithiasa dan Puranba yang rupanya
beberapa diantaranya dipetik dan diabadikan dalam lontar lontar tentang Bratha
di Bali.
Telah dijelaskan di depan bahwa
hari raya keagamaan yang mirip dengan galuingan dan kuningan adalah hari
Durgapuja atau Navaratri yang diakhiri dengan Vijaya Dasani dirayakan hampir
diseluruh India. menurut Svami Sivananda dalam bukunya Fasts & Festivals of
India (1991) India bahwa permulaan musim panas dan permulaan musim dingin, dua
hal yang sangat penting adalah pengaruh matahari dan Iklim. Pda kedua perioda
ini adalah kesempatan yang baik memuja iklim. Durga ( manifestasi Tuhan Yang
Maha Esa segabai seorang Ibu) yakni dilakukan bertepatan dengan Ramanavani pada
bulan Chaitra ( April-Mei) dan pada Durga Navarartri atau VijayaDasami pada
bulan Asuji (September – Oktober) . Sri Rama dipuja pada saat Ramanavami sedang
dewi dewi Durga di puja pada Navaratri. Durgapuja ini dirayakan secara
besar-besaran dengan menghias altar ( tempat pemujaan keluarga, biasanya dalam
kamar suci, tidak mempunyai pemerajan seperti kita di Indonesia). Tiga hari
pertama pemujaan ditujukan kepada dewi Durga, tiga hari selanjutnya kepada dewi
Laksmi dan tiga hari berikutnya kepada dewi Sarasvati.
Pada Pucak perayaan, hari ke
sepuluh ( Vijaya Dasami) sejak pagi hari umat telah melakukan sembahyang
dirumah ditujukan kepada ketiga dewi tadi, didahului dengan pemnujaan kepada
Ganesa dan diakhiri denan pemujaan kepada dewa Siva atau Istadevata lainya.
Selesai pemujaan dilanjutkan denan Dhyana atai meditasi dan pembacaan
kitab-kitab suci khusunnya Dewi Sukta dari Rgveda, Dewi Mahatya, Bhagavadgita,
Upanisad, Brahmasutra atau kitab Ramayana. Umat pada umumnya sejak pagi sudah
mengucapkan Bhajan atau kidung-kidung memuja keagungan Tuhan Yang Maha Esa .
Berbagai jenus makanan dipersembahkan dan akhir dari persembahyangan bersama
dalam keluarga atau di pura ( Mandir ) selalu dibagikan Pradasam atau lungsuran
untuk dinikmati bersama. Dewasa ini resepsi perayaan Durgapuja atau Wijaya
Dasami dilakukan puladi kantor-kantor pemerintah dan swasta, juga
disekolah-sekolah , selesai persembahyangan pada umumnya umat melakukan
Dharmasanti, yakni kunjungan kepada keluarga terdekat, para guru pandita maupun
sahabat atau tetangga. Saat ini semua keluarga berkumpul, karena itu beberapa
hari kota-kota besar seperti mati, karena suasananya sepi, Ketika malam tiba,
mulailah dilaksanakan pembakaran patung patung rawana yang digambarkan
berkepala sepuluh, juga adiknya kumbakarna dan putranya meghananda, di India
Timur dan selatan dilanjutkan dengan mengarak arca atau patung Durga, seorang
dewi yang amat cantik bertangan sepuluh. Pembakaran atau terbunuhnya Rawana dan
pengikutnya selalu dudahului dengan drama tari Ramayana dan keesokan harinya
umat datang ke sungai-sungai suci untuk mandi menyucikan diri. Demikianlah
pelaksanaan Vijaya Dasami, sedang peringatan tahun Baru Saka yang kita kenal
dengan hari raya Nyepi tidak dikenal/dirayakan oagi di India, walaupun pada
jaman dahulu hampir seluruh India mengenal dan menggunakan tahun Saka. Kini di
India hanya pemerintah yang menetapkan tahun baru Saka setiap tanggal 22 Maret
bila tahun biasa dan 21 maret bila Tahun Kabisat dan masyarakat umum kurang
memperhatikan hal itu. Di India selain tahun Saka, dikenal juga tahun Harsa (
Harsa Sampat), tahun Vikrama ( Vikrama Sampat) dan lain-lain. Informasi yang
saya terima tahun yang lalau di Nepal umat Hindu juga merayakan tahun baru Saka
bersamaan denan hari raya Nyepi kita di Indonesia. Untuk dimaklumi Nepal adalah
satu-satunya kerajaan hindu di dunia yang tempatnya di pegunungan Himalaya.
Arsitektur pura di Neval bentukya sama denan Meru di Bali ( Indonesia),
manunjukkan hubungan yang erat pengaruh Hindu ( India) terhadap Indonesia.
Rupanya karena perbedaan musim dan tidak ada raja yang menjadikan Sri Rama
sebagai Istadevata maupun karena sistem kalender yang digunakan di Indonesia,
kita hanya mengenal Galungan dua kali dalam setahun, seperti halnya juga
Sarasvati puja.
Selanjutnya bila kita
memperhatikan persembahyangan yang dilakukan sehari menjelang hari raya Holi,
yakni berupa persembahan biji bijian dan bunga serta pada air pada
perempatan-perampatan desa yang telah menyiapkan kayu api untuik apiu unggun
mengingat kita pada upacara Catur Tawur Kasanga, sehari menjelang Nyepi, sedang
pelaksanaan Sivaratri hampir sama dengan di Indonesia.
Permulaan Perayaan Galungan di
Bali (Indonesia)
Sungguh amat sulit memastikan
hal ini, bila kita menegok kembali pada sumber tradisi di Bali di antaranya
kitab Usana bali dan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh bapak K.Ginarsa
terhadap prasasti-prasasti jaman bali Kuna maka dapat disimpulkan baha Galungan
telah dirayakan pada jaman Valajaya atau Tarunajaya yang didalam lontar Usana
Bali disebut Jayakusuma putra dari raja Bhatara Guru yang memerintah pada tahun
saka 1246 -1250 . Didalam lontar Usana Bali dinyatakan bahwa para raja pendek
usianya disebabkan melupakan tradisi untuk merayakan Galungan ( yakni upacara
pabhyakalan pada Kala Tiga ning Dungulan)
Bila kita melihat upacara
Sradha, yakni upacara penyucian roh sang raja Gunapriya Dharmapathi, permaisuri
raja Dharma udayana Varmadewa yang memerintah Saka 911-929 dan ketika mangkat
rohnya disatukan dengan Istadevata-Nya sebagai Durgamahisa sura mardini, yaitu
Dewi Durga sedang membunuh raksasa dalam wujudnya seekor kerbau ( kini arcanya
tersimpan di pura kedarman burwan kutri, Gianyar), maka upacara Durgapuja telah
dilaksanakan pada waktu itu. Upacara penyatuan roh yang telah disucikan dengan
dewata pujaan (Istadevata) disebut mencapai tingkatan Atmasiddhadevata dan hal
ini dapat kita lihat dari Informasi penyucian roh leluhur raja Hayam Wuruk,
yakni Ratu gayatri di Pura penataran yang dalam kitab Nagarakrtagama, Pura ini
disebut Hyang I Palah.
Upacara Durgapuja pada waktu
itu belum disebut galungan, melainkan disebut ” atawuri umah anucyaken pitara”
yang artinya upacara selamatan rumah dan penyucian roh ( leluhur), sebagaimana
bunyi prasasti Suradhipa tahun Saka 1037.
Istilah Galungan rupanya
pertama kali disebut dalam prasasti yang di keluarkan oleh raja Jaya Sakti
tahun Saka 1055, disamping juga sesajen yang bernama Tahapan-stri, persembahan
yang ditujukan kepada dewi Durga Sakti Siva, karena dewi Durga- lah yang dapat
membasmi berbagai bentuk kejahatan dalam wujud raksasa.. Ciri khas persembahan
kepada dewi Durga adalah berupa daging babi yang sampai kini masih tersisa di
Bengala dan Nepal dan rupanya penggunaan daging babi ( yang juga warisi di
Bali) adalah tradisi dari upacara Durgapuja itu.
Selanjnya bila kita melihat
penaggalan bali, dalam hitungan hari yang disebut Astawara, maka sejak Radite
sampai dengan Anggara Wage Dungulan, hari-hari itu bertepatan dengan Kala,
karenanya disebut Sang Kala Tiga, sedang pada hari galungan ( Buda Kliwon
Dungulan) adalah Uma, nama lain dari Durga dalam aspek Santa ( damai) pada saat
ini umat memohon anugerahnya. Hari Galungan di samping memuja Tuhan Yang Maha
Esa dalam aspek beliau sebagai Uma, Durga atau Siva Mahdeva, bagi umat Hindu di
Bali adalah juga merupakan hari pemujaan kepada leluhur. Hal ini dapat kita
lihat dari rangkaian dari dan upacara Galungan, sejak Sugihan Jawa, Bali sampai
dengan Sabtu Umanis Wuku Kuningan , akhir dari rangkaian perayaan Galungan.
Berdasarkan penjelasan tadi,
Galungan telah dimulai sejak jaman Bali Kuna dan hingga kini tetap dirayakan.
Jelaslah bagi kita upacara Galungan memiliki kesamaan makna dengan upacara
Durgapuja atau Sradha Vijaya Dasani di India. Tentang filsafat Galungan ini
kiranya dapat dilihat dari keputusan Seminar Kesatuan Tafsir kiranya dapat
aspek-aspek agama hindu I di Amlapura, 1975 yang telah pula ditetapkan oleh
Parisada Hindu Dharma Indonesia, sebagai hari kemenangan Dharma melawan a
Dharma, kebenaran melawan kejahatan.
Hal yang tergantung adalah
adanya transformasi diri bahwa dengan persembahyangan yang mantap pada
hari-hari besar keagamaan diharapkan kita lebbih maju dalam bidang spiritual.
Transformasi yang dimaksud adalah perubahan diri dari tadinya yang masih
dibelenggu oleh sifat loba atau tamak, angkuh, suka menipu orang dan perbuatan
sejenisnya berubah menjadi dermawan, suka menolong hidup lainyua. Transformasi
diri akan terjadi dengan sendirinya bila mampu mengaktualisasikan ajaran agama
dalam kehidupan sehari-hari. Apakah artinya berbagai bentuk perayaan dan
persembahyangan yang kita lakukan bila tidak terjadi perubahan diri,
sipat-sifat Adharma senantiasa menguasai kita. Tentunya hal itu akan sia-sia.
Sebenarnya banyak hal yang
dapat dilakukan dalam rangka memperingati hari-hari raya keagamaan ini dan
sesuai pula dengan pengertian agama yakni mewujudkan “kerahayuan jagat”,
disamping kegiatan ritual, kegiatan-kegiatan sosial keagamaan dan kemanusiaan
sangat mutlak dilakukan. Disinilah pentingnya aktualisasi dan reaktualisasi
agama dalam kehidupan bersama dalam masyarakat. Panitia-panitia perayaan yang
ada pada lingkungan desa atau kantor instansi pemerintah atau swasta dapat
melakukan berbagai kegitan, misalnya dengan donor darah, mengunjungi panti
asuhan dan rumah jompo, memberikan pelayanan kesehatan, penghijaun dan
lain-lain. Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat melalui Pesamuhan Agung 1989
yang lalu menetapkan 6 meteda pembinaan umat, yakni: Dharma Vacana (yakni
kotbah/ceramah agama), Dharma Tula (diskusi/sarasehan agama), Dharma Gita
(menyayikan lagu-lagukeagamaan), Dharma Santi (Silaturahmi/resepsi ), Dharma
Sadhana (merealisasikan ajaran agama melalui yogasamadi ) dan Dharma atau
Tirthayatra mengunjungi tempat-tempat suci untuk mendapatkan kesucian diri ).
Bila 6 kegiatan ini dapat dilakukan maka transformasi diri denngan sendirinya
terjadi.




Slots at Winstar Casino: $300 Welcome Bonus + 125 Free
ReplyDeleteThe 전주 출장샵 Slots at Winstar Casino have an exciting gaming experience. 강원도 출장샵 Slots have become 과천 출장안마 a popular attraction among casino players, so the 경산 출장샵 amount 밀양 출장안마 of payouts