YADNYA DALAM AGAMA HINDU



Pengertian Yadnya

Pelaksanaan upakara agama yang sesuai dengan ajaran agama Hindu merupakan bagian dari yajna ( dibaca yadnya ). Yadnya mempunya arti yang sangat luas. Menurut etimologi, kata yadnya berasal dari kata yaj yang artinya memuja/ memberi pengorbanan atau menjadikan suci. Kata itu juga diartikan bertindak sebagai perantara. Dalam Reg Weda VIII, 40. 4, kata ini diartikan sebagai pengorbanan atau persembahan (Pudja, 1985 : 104 ).

Dalam Bhagavad Gita Bab III, seloka 9 sampai 15 yang secara jelas menguraikan tentang prinsip yandnya. Yadnya disini bukan berarti upacara saja tetapi perbuatan yang didasarkan pada keiklasan dan kesucian hati, jadi disini yadnya artinya karma untuk persembahan. Dalam sloka tersebut pokok – pokok pikiran dituangkan dan baru dapat dipahami makna dan artinya apabila didasarkan pada keyakinan dan perenungan yang mendalam. Dalam sloka 16 Bab III dijelaskan yadnya itu sifatnya timbal balik artinya Tuhan menciptakan alam semesta dengan isinya termasuk manusia, oleh karena demikian manusia beryadnya kepada Tuhan dan alam juga termasuk sesama manusia.

Dalam Bhagavad Gita Bab IV sloka 23 sampai sloka 33 menjelaskan berbagi bentuk yadnyam disini dijelaskan bukan upakara agama saja bentuk dari yadnya, bekerja dengan tulus ikhlas dan berpusat pada pengetahuan dan bekerja hanya untuk yadnya ialah yang akan dapat membebaskan manusia dari lingkungan hukum karma.

Dalam sloka 31 dijelaskan bahwa dunia ini diciptakan oleh Tuhan, sesungguhnya bukan untuk mereka yang memberikan pengorbanan. Jadi disini jelas sekali bahwa hidup yang benar – benar adalah hidup yang didasarkan pada yadnya. Dalam sloka 33 ditegaskan bahwa beryadnya dengan ilmu pengetahuan jauh lebih agung sifatnya dari pada dengan pengorbanan dengan harta benda yang berupa apapun.

Dalam Bhagavad Gita Bab IX dijelaskan tentang arti yadnya sebagia penyerahan diri kepada Tuhan (parama atma) artinya apa yang kita terima dari Tuhan dikembalikan kembali lagi kepada Tuhan. Pemberian dan penyerahan ini kedua – duanya adalah kepunyaan Tuhan. Dalam bab yang sama sloka 25 dijelaskan pula, tujuan dari pada yadnya yaitu, ada yang ditujukan kepada dewa – dewa, kepada para leluhur dan ada ditujukan kepada Tuhan yang merupakan tujuan yang tertinggi.

Sloka 26 menjelaskan unsur – unsur dari pada yadnya seperti daun, buah, bunga, dan air. Sepanjang itu dilakukan dengan penuh cinta kasih pasti akan diterima Tuhan, meskipun bentuknya sederhana, tapi apabila persembahyangan itu besar – besaran tetapi didasarkan ego atau rasa aku yang lebih menonjol tidak akan mempunyai arti suci.

Dalam Atharvaveda Weda XII.1.1 yadnya disebutkan sebagai salah satu menyangga bumi, “Satyam brhad rtam ugra diksa tapo brahma yajnah prthivim dharayanti, sa no bhutasya bhavyasya patni, urum lokam prithivim nah krnotu “, artinya : kebenaran, kejujuran yang agung, hukum – hukum alam yang tidak bisa diubah, pengabdian diri, tapa (pengekang diri), yajna (pengetahuan persembahan), yang menopang bumi, bumi senantiasa melindungi kita. Semoga bumi menyediakan ruangan yang luas untuk kita (Piudja, 1998: 31).

Arti yadnya yang sebenarnya adalah pengorbanan / persembahan secara tulus. Segala yang dikorbankan atau dipersembahkan dengan penuh kesadaran, baik berupa pikiran, kata – kata, dan prilaku yang tulut demi kesejahtraan alam semesta, dapat disebut yadnya. Inti dari yadnya adalah persembahan dan pengorbanan, sedangkan upacara adalah sebuah wujud bhati manusia kepada Tuhan unutuk mendekatkan diri kepada-Nya. Saran upaDASAR PELAKSANAAN UPACARA YADNYA

Dasar pelaksanaan upacara yadnya adalah Tri Rna ( tiga macam hutang ) yang terdiri dari :

Dewa Rna, yaitu hutang jiwa kepada Sang Hyang Widhi beserta segala manifestasi-nya. Melunasi Dewa Rna hendaknya denga menyayangi alam beserta semua isinya, berbakti kepada Tuhan karena Tuhan telah menciptakan dunia ini supaya manusia bisa berkembang.
Pitra Rna, yaitu hutang kehidupan kepada orang tua atau leluhur. Melunasi Pita Rna adalah dengan menghormati dan merawat tua semasih hidup dan melaksanan upacara pitra yadnya setelah meninggal.
Rsi Rna, yaitu hutang pengetahuan kepada guru, orang suci, atau para resi. Melunasi Rsi Rna hendaknya dibayar dengan menghormati dan berdana punia kepada guru atau orang suci yang telah berjasa meberikan tuntunan hidup bagi manusia dalam menjalankan darma atau kebenaran.
Ketiga macam hutang ini harus disadari, Dengan menyadari keberadaan manusia di dunia ini hidup di tengah – tengah penjuru mata angin berusaha untuk mencapai Jagathita dengan bantuan dari orang tua, para Maha Rsi (Dangacarya), alam sekitarnya yang merupakan anugrah Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa). Dengan bantuan – bantuan itulah menyebabkan kita berutang (rna), dari rna itulah manusia berusaha untuk menyampaikan rasa dan bhakti melalui pengorbanan yang iklas, pengorbanan yang tulus iklas itulah yang disebut dengan yadnya.

JENIS YADNYA DAN MAKNANYA

Dalam Lontar Agastya Parwa disebutka bahwa pelaksanaan yadnya dapat dikelompokkan menjadi lima yang dikenal dengan Panca Yadnya yaitu : Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya, Butha Yadnya, dan Manusia Yadnya.

Dalam pustaka Bhagawadgita IX,26. diuraikan bahwa semua perbuatann yang berdasarkan dharma dan dilakukan dengan tulus ikhlas disebut yadnya. “Yat karosi yad anasi, yaj juhosi dadasi yat, yat tapasya keunteya, tat kuruswa madarpanam”, artinya apapun yang engkau kerjakan, kau makan, engkau persembahkan, kau darmakan dan disiplin apapun yang kau laksanakan, lakukan semua itu, wahai Arjuna hanya sebagai bhakti kepadaku. Didalam sloka tersebut secara jelas bermakna bahwa setiap melakukan pekerjaan hendaknya dilakukan sebagai yadnya dan untuk yadnya. Tuhan memelihara manusia dan ciptaan-Nya. Manusia pun memelihara hubungannya dengna Tuhan dalam bentuk bhakti. Saling memelihara ini adalah suatu kebaikan yang maha tinggi (Pandit, 1998: 88)

Demikianlah antara lain yang menyebabkan mengapa sebelum menikmati makanan, sepatutnya berdoa atau makan tersebut dipersembahkan terlebih dahulu kepada Tuhan. Makanan yang dipersembahkan itu menjadi prasada (anugrah Tuhan), yang oleh umat Hindu di Bali disebut lungsuran. Dengan demikian secara simbolis makan yang dinikmati setiap hari adalah peberian Tuhan sekalipun bahan makana yang dinikmati setiap hari adalah pemberian Tuhan sekalipun bahan makan yang dinikmati berasal dari isi alam. Oleh karena itu manusia harus beryadnya keda alam, inilah yang disebut Cakra Yadnya, yaitu perbuatan roda yandnya yang sifatnya timbal balik. Keagungan pelaksanaan sebuah yadnya tidak dapat diukur dari besar dan megahnya bentuk upakara, tetapi yang paling penting adalah kesucian dan ketulusikhlasan dari orang – orang yang terlibat dalam pelaksanaan yadnya.

Sebelum mencapai sanyasin atau lepas dari ikatan duniawi terlebih dahulu hendaknya melakukan tyaga. Dalam Bhagavad Gita XVIII.5 disebutkan bahwa tyaga memiliki tiga perwujudan yaitu yadnya, dana dan tapa. Dalam hidup ini janganlah lupa melakukna yadnya, yaitu pengorbanan yang penuh keiklasan unutk menebus hutang secara filosifis adalah dana punia yang disesuakan dengan situasi dan kondisi. Demikian pula hendaknya setiap orang yang ingin mengetahui jati dirinya diajarkan melakukan tapa sebagai sarana pengendalian diri melaui latihan spiritual.

Tujuan yadnya pada dasarnya adalah unutuk mencapai hidup bahagia dan kelepasan. Di dalam Manawa Dharmasastra VI, 35 disebutkan Rinani trinyaprakritya manomokse niwesayet, anaprakritya moksam tu sewamano wrajatadhah, artinya kalau telah membayar hutang tiga macam hutangnya ( kepada Tuhan, Leluhur dan Rri ) hendaknya ia menunjukkan pikirannya untuk mencapai kebebasan terakhir, ia yang mengejar kebebasan terakhir tanpa menyelesaikan tiga macam hutang ( tri rna ) terbayar di alam kehidupan ini ( Putja dan Sudharta, 1995 : 336) .

Lima Unsur Penyucian Yadnya

Dalam melaksanakan yadnya, unsur keharmonia perlu dijaga denga lima unsur penyucian yaitu :

Mantra, yaitu doa – doa harus diucapkan oleh umat kebanyakan, pinandita, dan pendeta sesuai dengan tingkatannya.
Yantra, yaitu alat atau simbol – simbol keagamaan yang diyakini mempunyai kekuatan spiritual untuk meningkatkna kesucian.
Tantra, yaitu kekuatan suci dalam diri yang dibangkitkan dengan cara – cara yang ditetapkan dalam kitab suci.
Yadnya, yaitu pengabdian tulus iklas atas dasar kesadaran unutk dipersembahkan. Ketulusikhlasan ini akan dapat meningkatkan kesucian.
Yoga, yaitu mengendalikan gelombang – gelombang pikiran dalam alam pikiran untuk dapat berhubungan dengan Tuhan. Pengendalian dalam yoga disebut Asta Yoga yaitu meliputi : Yama, Niyama, Asana, Pranayama, Darana, Dhyana, dan Samadhi.
Tiga Tingkatan Yadnya

Agar tujua yadnya tercapai sesuai harapan, yadnya itu sendiri hendaknya dilaksanakan dengan kualitas yang baik. Di dalam Bhagavadgita XVII, 11, 12, dan 13 diuraikan ada tiga tingkatan yadnya dilihat dari segi kualitasnya. Tiga yadnya itu adalah sebagai berikut :

Tamasika Yadnya, yaitu yadnya yang dilakukan mengindahkan petunjuk – petunjuk sastranya, tanpa mantra, tanda ada kidung suci, tanpa ada daksina, tanpa didasari oleh kepercayaan.
Rajasika Yadnya, yaitu yadnya yadnya yang dilakukan dengan penuh harapan akan hasilnya dan dilakukan pamer saja.
Satwika Yadnya, yaitu pelaksanaan yadnya yang didasarkan atas penjelasan Bgavadgita tersebut di atas (Maswinara, 1997: 469-470).
Tujuh Syarat Satwika Yadnya

Ada tujuh syarat yang harus dipenuhi agar suatu yadnya dapat disebut Satwika Yadnya, yaitu :

Sradha, artinya pelaksanaan yadnya hendaknya dilakukan dengan keyakinan penuh bahwa apa yang digariskan dalam ketentuan tentang yadnya (Yajna Vidhi) benar – benar diyakini.
Lascarya, artinya tidak ragu dan penuh keiklasan.
Sastra, artinya pelaksanaan yadnya harus dilakukan berdasarkan petunjuk sasta. Kata satra dalam hal ini berarti peraturan atau ketentuan hukum yang benar – benar bersumber dari kitab suci.
Daksina, artinya suatu penghormatan dalam bentuk upacara dan benda atau uang yang dihaturka secara iklas kepada pendeta yang memimpin upacara.
Mantra dan Gitri, artinya setiap upakar yang berkualitan harus ada mantra dan gitri (lagu suci untuk pemujaan) yang diucapkan umat, pinandita dan pendeta.
Annasewa, artinya jamunan makanan kepada tamu upacara (atiti yajna) sesuai dengan kemampuan masing – masing.
Nasmita, artinya bahwa suatu upacara agama hendaknya tidak dilaksanakan denga tujuan untuk pamer kemewahan atau pamer kekayaan dengan maksud tamu dan tentangga berdecak kagum. Kemewahan dan keindahan dilaksanakan dengan tujuan mengagumkan nama Tuhan.
TUJUAN MANUSIA BERYADNYA

Tujua wujud nyata dan usaha manusia melakukan yadnya adalah sebagi berikut :

Tujuan Umum :

Melenyapkan pengaruh yang kurang baik,
mengundang atau menambah pengaruh – pengaruh yang baik dan yang memberikan kekuatan,
Untuk memperoleh tujuan materiil,
Sebagai pernyataan umum yang dimaksud menurut tujua upakara itu sendiri.
Bertujua Moral :

Sifat pengampun dan welas asih,
Sifat tahan uji,
Sifat bebas dan iri hati,
Sifat – sifat yang membina kesucia rohani,
Sifat – sifat yang wajar dan tenang dalam menghadapi segala cobaan,
Sifat – sifat liberal, suka berdana dan tidak loba.
Bertujuan untuk mengembangkan kepribadian :

Membina kepribadian yang mandiri,
Membudayakan tingkah laku manusia agar tercipta suasana kesucian, agung dan mulia.
Bertujuan untuk spiritual, yaitu sebagai salah satu latihan yang dapat diimani oleh seseorang dalam dunia spiritualisme. Ini memerlukan pengertian tentang sakramen atau segala sarana upakara dalam beryadnya, tanpa kesucian yadnya tidak akan berhasil.

Tujuan Pokok dari Yadnya

Adapun tujuan pokok dari yadnya yaitu :

Untuk menyebar luaskan ajaran weda,
Sebagai sarana penyebrangan atma untuk mencapai moksa, dalam hal ini yadnya dianggap sebagai sebuah kapal,
Sebagai sarana untuk menyampaikan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
Sebagai sarana untuk menciptakan suasana kesucian, dan penebusan dosa,
Sebagai sarana untuk mendidik yang bersifat praktis tata laku pengamalan ajaran agama.
KESIMPULAN

Yadnya adalah pengorbanan / persembahan secara tulus. Segala yang dikorbankan atau dipersembahkan dengan penuh kesadaran, baik berupa pikiran, kata – kata, dan prilaku yang tulut demi kesejahtraan alam semesta, dapat disebut yadnya. Inti dari yadnya adalah persembahan dan pengorbanan, sedangkan upacara adalah sebuah wujud bhati manusia kepada Tuhan unutuk mendekatkan diri kepada-Nya. Saran upakara yadnya itu disebut upakara atau banten (sesajen). Dasar pelaksanaan upacara yadnya adalah Tri Rna ( tiga macam hutang ) yang terdiri dari : Dewa Rna, Rsi Rna, dan Pitra Rna.

DAFTAR PUSTAKA

Drs. Ida Bagus Rai Warhana, SH., Drs. Ida Bagus Namayudha, Drs. Nengah Mudana, Dra. Ni Made Sri Arwati. Buku Pelajaran Agama Hindu. Denpasar : Departemen Agama RI Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Bali. 2002 : 21 – 28.

Lembaga Peneliti dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universits Udayana. Satwa Upakara. Denpasar : Udayana University Press. 2013 : 1 – 9.kara yadnya itu disebut upakara atau banten (sesajen).


Comments