Terima
kasih saya ucapkan kepada pembawa acara atas waktu yang telah diberikan kepada
saya.
Sebelumnya saya awali dengan salam panganjali
Om Swastyastu
Om avignamastu
namosidham
Om sidhirastu
tad astu ya namah svaha
Om anubadrah
krtawo yantu wiswatah
Kepada Dewan Juri yang saya hormati,
Kepada Panitia dan Peserta Lomba Dharma
Wacana yang saya hormati
Pertama marilah kita
menghaturkan puja astungkara ke
hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas asung krtawaranugrahaNya kita dapat menghadiri acara ini dengan
keadaan baik dan selamat.
Pada
kesempatan ini saya akan membawa pesan dharma yang berjudul “Etika dalam Sembahyang”.
Umat
sedharma yang saya hormati,
Kata etika dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia berarti pola atau tingkah laku yang baik, sementara itu
sembahyang terdiri atas dua kata “sembah”
yang berarti sujud atau sungkem yang dilakukan dengan cara-cara tertentu
dengan tujuan untuk menyampaikan penghormatan, perasaan hati atau pikiran, baik
dengan ucapan kata-kata maupun tanpa ucapan, misalnya hanya sikap pikiran dan “Hyang” berarti yang dihormati atau dimuliakan sebagai obyek dalam pemujaan , yaitu Tuhan Yang Maha
Esa.
Di dalam bahasa sehari-hari
kata sembahyang atau ‘’mebhakti” atau
“maturan” disebut “muspa” karena dalam persembahyangan itu lazim juga dilakukan
dengan persembahan kembang (puspa). Disebut “mebhakti” karena inti dari
persembahan itu adalah penyerahan diri setulus hati tanpa pamrih kepada Hyang
Widhi.
Manfaat sembahyang adalah
untuk memelihara kesehatan. Selain pikiran menjadi jernih, sikap-sikap
sembahyang seperti asana, Pranayama dan sikap duduk untuk padmasana, siddhasana,
sukhasana, dan bajrasana dapat membuat otot dan pernafasan menjadi bagus.
Selain untuk kesehatan, bersembahyang dan berdoa juga mendidik kita untuk
memiliki sifat ikhlas, karena apa yang ada di dalam diri dan di luar diri kita
tidak ada yang kekal, cepat atau lambat akan kita tinggalkan atau berpisah
dengan diri kita. Keikhlasan inilah yang dapat meringankan rasa penderitaan
yang kita alami, karena kita telah paham benar akan kehendak Hyang Widhi.
Sembahyang dengan tekun akan
dapat menghilangkan rasa benci, marah, dendam, iri hati dan mementingkan diri
sendiri, sehingga meningkatkan cinta kasih kepada sesama. Membenci orang lain
sama saja membenci diri sendiri karena Jiwatman yang ada pada semua makhluk
adalah satu, bersumber dari Tuhan, seperti yang diajarkan dalam ajaran Tat Twam
Asi yang artinya kamu adalah aku. Kemudian dengan sembahyang kita dimotivasi
untuk melestarikan alam, karena bersembahyang membutuhkan sarana yang berasal
dari alam, seperti bunga, daun, buah, dan air. Sebagaimana tercantum pada
Bhagavadgita IX.26
yang
berbunyi:
Patram puspam phalam toyam,
Yo me bhaktya
prayacchati,
Tad aham
bhakty-upahrtam,
Asnami prayatatmanah.
Artinya:
siapapun
yang sujud bakti kepada-Ku mempersembahan
sehelai daun, sekuntum bunga, sebiji buah-buahan, seteguk air, Aku terima
sebagai bakti persembahahan dari orang yang berhati suci.
Dewan juri dan umat sedharma yang saya
hormati,
Ada
hal lain yang harus kita jaga ketika melaksanakan sembahyang terutama ketika
sembahyang dilaksanakan di Pura Kahyangan, yakni tingkah laku; dalam media
Media Hindu.com pada hari Jumat 5 januari 2018 menjelaskan tentang bagaimana
sembahyang yang baik dan benar di pura, bersembahyang perlu suasana yang
hening, damai, dan sakral. Sedapat mungkin usahakan agar anak-anak tidak ribut,
berkelahi, menangis atau tertawa terbahak-bahak di pura. Selagi bersembahyang
ibu-ibu yang memomong anak dapat menitipkan anaknya di jaba Pura kepada anggota
keluarga yang lainnya, seterusnya diatur untuk bersembahyang bergiliran. Dapat
juga anak-anak dibawa bersembahyang asal diyakini tidak akan ribut di
Pura. Wanita dilarang masuk ke Pura
dengan rambut terurai atau yang sering kita sebut megambahan karena rambut wanita yang terurai simbol; marah,atau “nesti”. Semuanya bertentangan dengan
hakekat tujuan ke Pura. Keadaan sedang berkeringat banyak, berpakaian tidak layak, dalam keadaan marah, sedih, atau
terlalu gembira juga dilarang masuk ke Pura.
Berbicara
mengenai bagaimana tata cara masuk ke Pura, dewasa ini lagi ngetren gadis-gadis
bahkan juga ibu-ibu pergi ke Pura memakai kebaya yang terbuat dari bahan tipis
seperti kaca sehingga dengan jelas terlihat busana dalamnya, dan bentuk tubuh
yang menonjol juga terlihat. Hal ini sangat bertentangan dengan norma Agama
karena akan mengganggu konsentrasi orang lain yang sedang bersembahyang.
Jika
umat Islam bersembahyang dengan berusaha menutup auratnya sebanyak mungkin,
kenapa kita kok bersembahyang dengan menonjolkan aurat, malukan? Nah para
remaja putri, sadarlah, bersembahyang dengan pakaian yang baik dan sopan. Nanti
ada tempatnya dan waktunya di mana remaja putri dapat memamerkan kemolekannya.
Tetapi jangan di Pura.
Kemudian
hal yang paling sering terjadi yang dapat membuat suasana di dalam Pura tidak
tenang adalah ngobrol bahkan sambil ngegosip, padahal seharusya di dalam
melaksanakan sembahayang di Pura yang boleh berkumandang adalah suara genta
atau bajra, suara sulinggih yang melafalkan doa dan juga suara kidung. Namun
kenyataannya hal ini jauh kalah dengan suara obrolan umat terutama ketika
pembagian tirta. Maka dalam kesempatan ini saya berpesan janganlah kita
melakukan hal itu, sebaiknya kita saling menjaga diri masing-masing sebab
obrolan-obrolan tanpa kita sadari dapat menyinggung perasaan orang lain. Dalam Nitisastra
sargah V. Bait 3 yang menyatakan bahwa:
Wasita nimitanta manemu laksmi, wasita
nimitanta pati kapangguh, wasita nimitanta manemu duhka, wasita nimitanta
manemu mitra
Artinya : Karena berbicara engkau menemukan
kebahagiaan, Karena berbiacara engkau mendapat kematian, Karena berbicara
engkau menemukan kesusahan, dan Karena berbicara pula engkau mendapat sahabat.
Maka
dari itu umat sedharma berhati-hatilah dalam berbicara sebab kata-kata yang
kita ucapkan bisa saja menyakiti orang lain, apabila ini terjadi di Pura tentu
saja akan mengganggu jalannya persembahyangan. Ada sebuah kutipan lagu yang
dapat kita jadikan referensi untuk meningkatkan sraddha dan bakti kita:
Yaitu lagu dari Ebiet G ade yang berjudul
harus kita renungan
Kita
mesti telanjang dan benar-benar bersih
Suci
lahir dan di dalam batin
Tegaklah
ke dalam sebelum bicara
Singkirkan
debu yang masih melekat 2x
Anugerah
dan bencana adalah kehendakNya
Kita
mesti tabah menjalani
Hanya
cambuk kecil agar kita sadar
Adalah
Dia di atas segalanya
Adalah
Dia di atas segalanya....
Dewan juri dan umat sedharma yang saya
hormati
Marilah
kita sama-sama menjaga kesucian tempat ibadah kita, selain dengan cara
membersihkan lingkungannya juga penting untuk menjaga diri dari keinginan yang
berlebihan, pikiran yang tidak baik, ucapan serta etika dalam melaksanakan
sembahyang di Pura sebagai upaya meningkatkan keharmonisan antara manusia dengan
Tuhan, manusia dengan sesama juga manusia dengan lingkungan sehingga Moksartham jagadhita ya ca iti dharma dapat
kita raih.
Demikian
dharma wacana yang dapat saya sampaikan. Semoga uraian Etika Dalam Sembahyang
dapat bermanfaat bagi kita semua. Saya mohon maaf apabila
ada hal-hal yang kurang berkenan selama penyampaian dharma wacana. Akhir kata saya tutup dengan salam paramasantih.
Om Santih, Santih, Santih, Om.
nah itu dia guys, naskah dharma wacana yang gw pake buat lomba di Sekolah Tinggi Agama Hindu Lampung beberapa minggu yang lalu, dan astungkara meraih juara 1 untuk dharmawacana tingkat remaja.
semoga bermanfaat buat kalian semua.
bye bye
सत्यं एव जायते

Comments
Post a Comment